
1. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam
kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa. Ya, Cintanya beliau Rasulullah Saw. kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah
telah meninggal.
Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya
pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah
binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah,
maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang
telah menantikannya sejak lama.
Setahun setelah
Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui
Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau
tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan
besar."
Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"
Kalau saja
Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah
Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw
menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan
pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi
Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun
setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.
2. Rasulullah Saw. dan Aisyah
Jika Rasulullah
SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab,
”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau
menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada
keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona
kematangan.
Pesona Khadijah
adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang
Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai
nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah
tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”
Banyak
kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan
istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah
bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan panggilan
kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih
banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.
3. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul
Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta
pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah
mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami
sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun
datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis
yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun
Umar malah berkata: "Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar
tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam
itu,"
Umar
memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta.
Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta
yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu
bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu
sekarang?" Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu
masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!"
4. Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin
Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu
sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta
Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua
melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah
ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.
Namun tentu
saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia
larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar.
Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang
masa:
Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati
sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman
pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan
jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.
5. Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Berikut ini kutipan kisah Thalhah ibn ‘Ubaidillah.
Satu hari ia
berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih terhitung
sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan
isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke
dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam
hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja, jika
beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku
melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”
Gumam hati dan
ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya kepada Sang
Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al Ahzab, “Dan apabila kalian
meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka
dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati
mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi
isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
Ketika ayat itu
dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya,
menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji
dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan
penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma
‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata
zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis
seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai Thalhah.
Subhanallah. Mantab.
6. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim
merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa
cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa
banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat
lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski
Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,
"Sesungguhnya
saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah.
Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak
pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?"
"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah.
"Sedikitpun
saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya
engkau segera memeluk agama Islam," tukas Ummu Sualim tandas.
"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" tanya Abu Thalhah.
"Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri," tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu
Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu
tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah,
Rasulullah Saw. berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan
cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."
Ketulusan hati
Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu
Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa
sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi
yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu
Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah
basah mengulang-ulang kalimat, "Saya mengikuti ajaran Anda, wahai
Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya."
Menikahlah Ummu
Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman
suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas,
"Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang maharnya
lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya." Selanjutnya
mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera dalam
naungan cahaya Islam.
7. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel
Alkisah ada
seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia
haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung
mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada
sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera
memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata
"Astagfirullah"
Dia merasa
bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin
terlebih dahulu. "Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku
sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini".
Akhirnya dia
menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel
dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak
lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun
apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.
"Assalamualaikum...."
"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.
"Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua". tanya pemuda itu.
Lalu pak tua
itu menjawab. "Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di
kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?"
Pemuda itu
tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan
bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji,
tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu
ridha apelnya ia makan."Baiklah pak, saya mau."
Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
"Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?"
Pak tua itu diam sejenak. "Belum."
Pemuda itu terhenyak. "Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu."
"Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi."
"Apa itu pak tua?"
"Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?"
"Ya, aku mau." jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?"
Pemuda itu
tampak berfikir, bagaimana tidak...dia akan menikahi gadis yang tidak
pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh.
Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali
dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk
menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel
yang sudah dimakannya.
"Baiklah pak, aku mau."
Segera
pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk
kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika
dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia
berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi mertuanya.
"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?"
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu."
Pemuda itu tampak bingung. "Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?"
Pak tua itu
tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta dari segala
hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas
didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang
sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena tidak bisa
berjalan ke tempat-tempat yang maksiat."
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: "Subhanallah....."
Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.

















































