Newcomer !!

# 1st meeting
            Butiran-butiran air langit masih saling berebutan turun ke bumi membuat tanah dan tanaman-tanaman hijau menjadi basah. Pagi yang kelabu ini turut mewarnai hati seorang gadis bernama Kaoru. Ia menutup buku biru mudanya dan menatap ke luar jendela, memandang jalan raya yang tak pernah sepi walaupun hujan sekalipun.
            “Kaoru,,!! Ayo cepat turun dan sarapan!! Nanti telat lagi lho,,!” suara 3 oktaf seorang wanita membuyarkan lamunannya.
            “Iya, Okasan. Sebentar,,,” Dengan malas ia pun bersiap-siap turun setelah menjawab ibunya. Di ruang makan sudah duduk 3 orang keluarganya termasuk ayah dan adik laki-lakinya. Kaoru langsung duduk dan memulai sarapannya.
            “Kak, aku nanti ada ekskul karate. Kakak, nanti tunggu aku,ya!” celetuk Yahiko sambil mengunyah nasi yang penuh di mulutnya. Kaoru pun mengangkat kepalanya terkejut padahal ia ingin pulang cepat hari ini dan menghibur dirinya dengan tidur atau melakukan hal-hal yang tidak dilakukan untuk anak seusianya, apalagi kalau bukan bermain game.
            “Nani? Aku tidak mau. Kau pulang sendiri saja!”
            “Mau tidak mau kakak harus menungguku karena otosan tidak bisa menjemputku hari ini,,” Yahiko langsung menjawab tanpa menghentikan aktivitas makannya.
            “Ya. Hari ini Otosan ada pekerjaan tambahan di kantor. Ada krisis dan banyak masalah di sana. Jadi, Otosan tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Baiklah, kalau begitu. Ayo kita berangkat, Yahiko! ” dengan cepat Yahiko menghabiskan minumannya dan mengikuti ayahnya dibelakangnya.
            “Ta-ta,, pi, otosan,,” Kaoru yang tidak terima pun berdiri dan mengikuti ayahnya untuk memintanya tidak menjemput Yahiko.
            “Sudahlah Kaoru, kamu kan tidak ada kegiatan usai sekolah. Sekali-kali jemput adikmu itu dan bantulah Bapakmu. Ibu tentu tidak bisa membiarkan warung kita tutup begitu saja,kan?” Ibunya ikut angkat bicara dan membelai rambut anaknya yang berdiri di depan pintu. Kaoru pun melihat kepergian Otosan dan adiknya. Tanpa banyak bicara, ia kemudian pamit pada ibunya dan langsung mengayuh sepedanya dengan cepat.
            “Kaoru,,, hati-hati dan jangan lupa jemput adikmu, ya!!” Okasan melambaikan tangannya mengantarkan kepergian anak perempuannya. Sementara itu, Kaoru menahan kekesalannya dan semakin mempercepat laju sepedanya. 5 menit kemudian, Kaoru sampai di depan  sekolah. Sebentar lagi gerbang sekolah akan ditutup karena jam sudah menunjukkan angka 7 tepat. Tanpa pikir panjang, Kaoru turun dari sepeda dan mencegah Pak Satpam menutup gerbang.
            “Pak,, pak,, tunggu-tunggu. Jangan tutup dulu dong gerbangnya,,”
            “Kamu lagi, kamu lagi. Nanti bapak kena teguran lagi lho gara-gara sering meloloskan anak terlambat,,” ujar Pak satpam kesal karena gerbangya ditahan lagi oleh Kaoru.
            “Ayolah, pak. Kali ini saja. Nanti bapak bisa main catur lagi deh sama saya, gimana?” ucap seorang siswa laki-laki tiba-tiba ikut menahan gerbangnya. Kaoru yang kaget menoleh ke arah suara itu berasal.


            “Yah, nanti bapak kalah lagi,,” jawab pak satpam pada seorang siswa laki-laki yang tiba-tiba muncul di samping Kaoru.
            “Nggak lagi kok,, ayolah pak, ya?” Tanpa menunggu jawaban dari Pak Satpam, siswa itu langsung menerobos masuk dengan diikuti oleh Kaoru di belakangnya yang semakin membuat Pak Satpam itu geregetan dibuatnya.
            “Selamat pagi anak-anak,, sebelum itu ibu absen dulu ya,, Akane Takahashi, Aoshi Matsura,,”
            “Ada, bu,,” ucap mereka berdua bersamaan. Bu Migumi mengangguk dan mencentang nama keduanya lalu melanjutkan dengan beberapa nama berikutnya.
            “Kamiya Suzuki,, Ada?” seseorang mengangkat tangan dan menjelaskan bahwa Kamiya sedang sakit hari itu.
            “Baiklah, selanjutnya Kaoru Myojin? Apakah sakit juga?” Tanya Bu Migumi dan memandang murid-muridnya untuk menunggu jawaban dari siswanya. Ia tahu bahwa Kaoru sedang tidak duduk di sana. Tiba-tiba seseorang membuka pintu kelas.
            “Ada, bu. Ma’af saya terlambat ,,” Kaoru menjawab sambil meminta maaf atas keterlambatannya. Seisi ruang kelas tertawa melihat Kaoru yang rambutnya terlihat acak-acakan.
“Baik, masuklah dan jangan lupa rapikan rambutmu sebelum berangkat, Kaoru. Selanjutnya Kitamura Sumeragi,,” Guru Matematika itu melanjutkan lagi. Mendengar jawaban dari Bu Migumi, Kaoru langsung merapikan poninya yang tak beraturan karena terjangan angin selama di jalan tadi.
“Tidak biasanya kau membiarkan rambutmu terurai, Kaoru!” ujar teman sebangku Kaoru.
“Iya, aku lupa, Sakura. Sebenarnya aku lagi badmood dan tidak ingin masuk sekolah hari ini. Apalagi untuk berurusan dengan matematika. Aduh, ini sungguh membuatku frustasi,,” Kaoru mengacak-acak rambutnya lagi, lalu ia merapikannya kembali dan mengucir kuda rambutnya. Sakura yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya meilhat tingkah laku sahabatnya yang satu ini. Jarum jam terus berjalan tanpa lelahnya, tapi pelajaran masih tinggal 15 menit lagi. Kaoru yang tidak sabar lalu mengalihkan wajahnya ke arah luar jendela.
“Sungguh bahagia bunga-bunga itu tidak ada pelajaran matematika,,” Kaoru yang asyik dengan lamunannya tidak mendengar Bu Migumi yang memanggil namanya hingga Sakura menyikut lengan Kaoru. Dengan sigap ia menoleh santai ke arah Guru Matematika itu.
“Kaoru!! kalau kau tidak mendengarkan. Lebih baik keluar dari kelas saya,,!!” suara Bu Migumi cukup menggelegar hingga dapat memecahkan gendang telinga bagi siapapun yang mendengar teriakannya kali ini. Dengan gontai Kaoru menganggukkan kepalanya dan keluar dari kelas. Awalnya ia akan pergi menuju kantin, tapi ini masih terlalu pagi untuk berkunjung kesana. Akhirnya ia berjalan dan berhenti di taman sekolah. Bunga-bunga di taman itu terlihat cukup segar setelah mendapat siraman hujan dari langit. Kaoru mendekat dan melihat salah satu bunga di sana, bunga jasmine. Lalu ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan melihat Pak Satoshi keluar dari ruang karyawan tergesa-gesa sambil berlari dengan membawa watering can.
“Untuk apa Pak Satoshi membawanya? Bukannya tanaman di sini sudah basah kena air hujan? Kok Pak Shirakawa tidak terlihat bersamanya? Atau mungkin ia belum datang, ya?” gumam Kaoru dalam hati sambil memegang bunga jasmine dan menghirup aromanya yang segar.
“Bunga ini harum sekali,,” lanjut Kaoru yang sedang berjongkok sambil menikmati aroma bunga jasmine.
“Tentu, apalagi setelah disirami,,” ucap seseorang di belakang Kaoru yang hampir copot jantungnya saking kagetnya. Kaoru menoleh dan terkejut melihat sosok manusia di belakangnya.
“Eh,,Pak Shirakawa. Maaf. Aku kira siapa tadi. Apa yang bapak lakukan di sini?” ujar Kaoru dan berdiri sambil menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal.
“Ah,, tidak apa-apa. Justru saya yang tanya, kenapa kamu tidak masuk pada jam segini?”
“I,,it-itu,, panjang ceritanya,pak,,” Kaoru menjawab terbata-bata. Ia bingung harus menjawab apa pada Pak Shirakawa karena ia tahu kalau beliau nanti tidak akan paham yang ia maksud. Tiba-tiba bel berdering. Tanda jam pelajaran berganti.
“Lho pak, sudah bel. Saya mau masuk dulu, ya. Permisi,,” ucap Kaoru sambil tersenyum. Lalu, berlari menuju kelasnya. Pak Shirakawa yang melihatnya hanya menatap kepergian Kaoru tanpa senyum tersungging di bibirnya.
Waktu berlalu begitu cepatnya. Pelajaran tak terasa sudah berganti hingga bel yang sesungguhnya dinantikan para siswa termasuk Kaoru berdering.
“Ah,,akhirnya sekarang istirahat juga. Aku benar-benar tidak paham apa maksud dari Pak Seishiro tentang hukum relativitas itu sendiri. Bagaimana denganmu, Kaoru?” Sakura merenggangkan tangannya dan menoleh ke arah Kaoru. Ia heran lagi dengan sahabatnya ini, biasanya Kaoru bergembira sekali begitu mendengar bel istirahat berdering dan langsung menariknya menuju kantin.
“Ada apa Kaoru? Apa kau sakit? Kau tidak banyak bicara hari ini. Oh iya, kamu kan lagi badmood. Ayo kita pergi ke kantin. Apa kamu tidak lapar, Kaoru?” Sakura memegang pundak Kaoru berharap ia sadar dan menjawabnya saat ini. Kaoru pun menoleh ke arahnya.
“Aku tidak lapar, Sakura. Tapi sepertinya ada banyak hal di pikiranku saat ini sampai-sampai aku mau mati saja. Aku bingung, Sakura,,” Kaoru berusaha memberi Sakura jawaban sekenanya tanpa menoleh ke arah gadis itu.
“Jangan berkata seperti itu, Kaoru. Kita kan sahabat, kau bisa membaginya dan bercerita padaku, oke? Baiklah sekarang kita mau membicarakannya di mana?” ucap Sakura dan memeluk Kaoru. Perkataan Sakura selalu bisa menentramkan hati Kaoru.
“Bagaimana kalau di tepi lapangan sambil melihat Kyosuke bermain? setuju?”
“Ah,, kau bisa saja, Sakura. Baiklah, kita ke sana saja. Tapi kau tidak boleh menertawakanku nanti lho,,” Sakura mengangguk dan mengacak-acak rambut Kaoru lagi. Kaoru yang tidak terima lalu berlari dan berniat untuk membalas Sakura. Kemudian mereka berdua berjalan sambil sesekali Kaoru mulai bercerita padanya tentang apa yang dilihatnya di taman pagi ini. Ia tahu bahwa Sakura yang agak sedikit lebih pandai dari dirinya dapat membantunya. Ketika mereka sedang asyik bercerita, tiba-tiba sebuah bola meluncur tepat menuju kepala Kaoru.
“Dukk,,!!”
“Aw,,bolanya keras sekali,,” keluh Kaoru sambil mengusap kepalanya yang sakit.
“Kaoru, apa kamu tidak apa-apa?” tanya Sakura khawatir. Tak lama seorang laki-laki berpakaian putih abu-abu mendekat dengan keringat mengalir membasahi seragamnya.
“Eh,,maaf atas bolanya tadi. Apa kamu tidak apa-apa?”  ucap laki-laki itu setelah mengambil bolanya.
“Aduh, bola ini benar-benar sudah memecahkan semua isi kepalaku, Sakura. Siapa sih yang berani memecahkannya? Akan kubunuh dia. Benar-benar tidak mengerti perasaanku saat ini,,,” gerutu Kaoru kesal lalu berdiri dengan dibantu oleh Sakura. Kaoru pun mendongakkan kepalanya. Ia benar-benar terkejut dengan laki-laki di hadapannya sekarang.
“Oh, jadi itu kau yang di gerbang tadi. Kaoru? Sorry, tadi benar-benar kesalahan teknis dan bolanya memantul dari gawang ke arahmu,jadi,,”
“Ah, tidak apa-apa. Justru aku yang minta maaf, tadi aku benar-benar belum berterima kasih padamu dan sekarang sepertinya aku tidak apa-apa. Jadi, kita satu sama, ya! Ayo Sakura, kita pergi dari sini,,,” Kaoru menarik Sakura dan mereka berjalan lagi. Sementara lelaki itu berlari ke lapangan karena temannya sudah memanggilnya terus-menerus daritadi.
“Kaoru, tadi siapa? Sepertinya kau kenal sekali dengannya. Lumayan cakep juga. Kenapa kau tidak bilang padaku kalau sudah punya pacar,,” tanya Sakura penuh selidik pada Kaoru.
“Dia bukan pacarku, Sakura. Aku baru kenal juga tadi pagi. Tapi sepertinya dia siswa baru di sini. Kau baru melihatnya berkeliaran di sekolah ini, kan?” terang Kaoru panjang lebar sambil terus memegangi kepalanya.
“Tidak juga, bukan baru melihatnya kemarin tapi beberapa hari yang lalu. Sepertinya ia dari kelas 2, Kaoru,,”
 Tiba-tiba ketika mereka akan duduk pada salah satu tempat duduk di sana, beberapa siswi lain menyerobotnya sehingga mereka tidak bisa duduk. Para siswi berkumpul dan berteriak tak karuan seperti ada artis yang datang di sekolah mereka.
“Sepertinya, temanmu itu yang membuat kericuhan di sekolah kita, Kaoru,,”
“Dan aku tidak bisa duduk karena ini. Aduh,,,” Seseorang menyerobot mereka dan tak sengaja menginjak sepatu Kaoru. Kaoru memegang kakinya dan melihat sepatu pemberian orang tuanya yang sudah seharusnya diganti menjadi semakin harus diganti.
“Kau tidak apa-apa, Kaoru. Ah, lihat luka di kakimu gara-gara kecelakaan kemarin. Benar-benar menjadi semakin parah. Kau harus ke UKS sekarang juga,,,” Tanpa menunggu jawaban dari Kaoru yang sudah pasti menolaknya, Sakura membantu Kaoru berdiri dan membantunya menuju UKS dengan cengkraman yang kuat.
“Sudah kau diam saja dan turuti apa kataku kali ini, Kaoru!!”
Sesampainya di UKS, Sakura mengobati Kaoru dan memintanya untuk tidak masuk kelas untuk beberapa jam kedepan. Kaoru hanya bisa menuruti keinginan Sakura yang menjadi gadis keras kepala saat ini. Beberapa saat kemudian, Sakura harus masuk ke kelas karena bel mengeluarkan suara yang sudah tidak asing lagi dan Kaoru menunggu di UKS untuk jam pelajaran bahasa inggris yang sangat ia gemari. 
Sementara itu, Sakura yang sedang berjalan menuju ke kelasnya di lantai 2 merasa aneh. Para siswa berlarian dan berebutan masuk ke dalam kelas. Biasanya para siswa justru tidak segiat itu masuk ke kelas. Sesampainya Sakura di kelasnya, ia melihat pandangan ketakutan teman-temannya. Pak Watsuki sebagai Guru Bahasa Inggris berusaha menenangkan murid-muridnya. Karena penasaran, ia bertanya pada Fujihara, teman yang duduk di depannya. Nampaknya ia juga saling berpegangan tangan kuat dengan Matsuyama.
“Apa kau tidak tahu, Sakura?” Sakura hanya menggelengkan kepalanya.
“Ah, iya. Kamu, kan baru masuk. Apa kamu tidak tahu kalau Pak Saitou terbunuh pagi ini? “ Sakura terkejut dan tidak percaya tentang satpam yang terbunuh itu, padahal pagi tadi ia membukakan gerbang untuk Kaoru.
“Kenapa tidak diberitahu lewat speaker? Aku kan bisa membawa Kaoru ke sini?”
“Eh, kau mau kemana, Sakura? Ah,iya. Justru para guru sekarang sedang mencari Kaoru. Dan kalau kita diberitahu lewat speaker anak-anak sudah banyak yang berhamburan pulang membuat polisi jadi kesulitan untuk mengevakuasi kita. Makanya, kita tidak boleh pulang duluan karena pembunuh itu masih berkeliaran di sekolah kita sehingga kita hanya diberitahu melalui para guru sambil menunggu polisi datang,,” jelas Fujihara dan menahan Sakura dengan tangannya.
“Tapi Kaoru tidak membunuh Pak Saitou, Fuji,,” Tak sengaja butiran air jatuh menetes dari pelupuk matanya. Sakura tak kuasa menahan air matanya.
“Sudahlah, Sakura. Aku juga tahu kalau Kaoru tidak mungkin melakukan hal itu,,” Fujihara dan Matsuyama berusaha menenangkan Sakura. Tiba-tiba sebuah bola kertas mengenai kepala Sakura.
“Hei, dimana kau sembunyikan pembunuh kecil itu, keparat! Apa kau tidak tahu kami menjadi ketakutan seperti ini !! Hah?” ujar salah satu dari temannya cukup kencang dengan marah meluap-luap. Seisi kelas pun menjadi lebih ramai. Tapi kali ini bukan karena suara ketakutan tapi suara kemarahan dan makian dari teman-teman seperjuangannya.
“Iya, bukannya dia tadi datang terlambat. Bisa saja ia menyembunyikan Pak Saitou dulu lalu berlari kemari,,”
“Apalagi dia tadi pagi datang dengan rambut acak-acakan,,” sahut siswi yang lain.
“Kau benar sekali, Aya. Dia bisa saja melakukan itu dengan kekesalannya pada Pak Saitou yang selalu memarahinya karena datang terlambat. Ya kan, teman-teman?” ucap Chizuru membakar teman-temannya, ditambah lagi dirinya yang sudah tidak suka dengan Kaoru sejak mereka berada di sekolah menengah pertama yang sama.
Seisi kelas serempak dan setuju dengan pernyataan Chizuru. Sakura yang tidak terima lalu berdiri dan dengan lantang membela sahabat terbaiknya mati-matian.
“Apa? Kaoru? Membunuh? Dia tidak mungkin membunuh sekalipun ia benci dengan orang lain. Apa kalian tidak ingat? Terutama kau Chizuru, walaupun Kaoru tahu kau sangat benci dengannya, tapi dia tidak membiarkanmu mati tertabrak di persimpangan jalan. Justru dengan berani Kaoru menghentikan sepedanya di depan mobil itu. Tapi kenapa kau tidak pernah menjenguknya sekalipun? Hah?” Ucap Sakura dengan air mata terus mengalir di pipinya.
Seisi kelas semakin ramai membuat Pak Watsuki menyuruh seisi kelas diam dan menarik Sakura lalu memaksa untuk membawanya ke kantor Kepala Sekolah. Seisi kelas kembali ramai walaupun kali ini tidak ada yang disalahkan, tapi amarah mereka ternyata belum reda juga. Memang sudah sifat manusia untuk mempunyai sifat amarah. Tak lama setelah Sakura dan Pak Watsuki keluar, Banyak polisi berdatangan dan langsung berjaga di luar setiap pintu ruangan kelas SMA Arashi 1 yang bertingkat 3 itu. Tampaknya polisi mengerahkan lebih dari 50 personil karena setiap kelas dijaga minimal 2 orang dan ada kurang lebih 24 ruang kelas, padahal belum termasuk ruangan laboratorium, perpustakaan atau kantor-kantor lain beserta ruangan UKS. Ada juga yang sudah berjaga di gerbang sekolah, mengawasi barangkali ada murid yang meloloskan diri dari sekolah. Sebab, polisi belum tahu pelakunya adalah dari siswa sendiri atau pihak guru atau bahkan pihak dari luar sekolah.
“Di ruangan karyawan dengan lebar 4x6 ini Pak Saitou tewas. Tapi kenapa ia tidak berjaga di posnya? Berdasarkan luka Pak Saitou pada kepala dan perutnya serta posisi terlentangnya. Ia seperti dilukai oleh benda tajam seperti pisau atau yang benda lainnya tapi polisi tidak menemukan benda apapun di TKP dan tidak mungkin pelaku melakukan berkali-kali luka tanpa ada alasan yang jelas kecuali alasan seperti,,, ” Anak muda itu pun menyadari sesuatu yang ia lewatkan. Ya, Pagi itu dari jendela kelasnya di lantai 2, ia melihat sosok seperti Kaoru di taman sekolah sedang berbicara dengan seseorang.
“Aku tidak masuk 2 mata pelajaran hari ini. Haruskah kau senang atau sedih hari ini, Kaoru?” gumam Kaoru dalam UKS dan duduk di atas kasur sambil melihat kakinya yang di balut perban oleh Sakura.
“Aku tidak bisa memakai sepatuku karena kau,,,” lanjut Kaoru akan memukul kakinya. Kaoru lalu teringat akan janjinya untuk menjemput Yahiko hari ini. Ia kesal dan marah sendiri seperti orang gila. Untung tidak ada orang di sana. Setelah itu, Kaoru mencoba untuk menikmati ruangan UKS yang sepi dan penuh obat-obatan. Tiba-tiba seseorang memasuki ruangan UKS.
“Apa kamu tidak apa-apa, Kaoru,,,” Suara serak tiba-tiba itu cukup mengagetkan Kaoru yang sedang sendirian.
“Eh,, Pak Satoshi. Oh, ini tidak apa-apa. Hanya saja aku jadi tidak bisa menggunakan sepatuku padahal kali ini aku ingin masuk kelas, sungguh!” jawab Kaoru dan memandangi kakinya lagi lalu mulai menggerakkannya walaupun sakit.
“Kaoru !! Pak Satoshi !! jadi kau disini rupanya. Semua orang mencarimu, Pembunuh Pak Saitou,,,” ucap seorang laki-laki itu membuat Kaoru dan Pak Satoshi yang ada di ruangan UKS terkejut dan menoleh ke arah sumber suara itu berasal.
“Kau,,”gumam Kaoru.
“Apa yang kamu maksud anak muda. Apa kau bilang tadi, pembunuh? Pak Saitou? Bagaimana bisa? Jangan berpikir yang macam-macam anak muda. Kau masih terlalu kecil berpikiran seperti itu. Lagipula untuk apa aku membunuh satpam itu, ”
“Kaoru !! Cepat ke sini!! ” ucap siswa itu dari seberang pintu.
“Apa maksudmu? Pak Satoshi dengan Pa-pak Saitou? Untuk apa? Lagipula aku tidak bisa berlari,,” Siswa itu lalu menyadari apa yang dikatakan Kaoru.
“Baiklah, tak lama lagi Pak Kepala Sekolah dan Polisi akan datang ke sini. Kau mungkin tidak mendengar tentang Pak Saitou, Kaoru. Karena di sini tidak ada speaker. Selain itu, tempat ini kedap suara yang mungkin memang dipasang untuk membuat nyaman siswa yang sakit. Meskipun hanya bel yang terdengar samar dan ketahuilah bahwa bel yang kau dengar tadi adalah bel untuk evakuasi bukan bel masuk, Kaoru,,”
“Lalu, kenapa Sakura tidak meneleponku kalau ada situasi seperti itu?” tanya Kaoru masih tidak percaya.
“Aku tidak tahu masalah itu. Tapi orang ini, jelas adalah orang yang membunuh Pak Saitou karena Pak Shirikawa sudah tertangkap di rumahnya dan mengakui perbuatannya,,”
“Bagaimana bisa aku juga ikut campur, hah? Bukannya tadi pelakunya sudah ditangkap? Lalu apa hubungannya denganku? Aku tidak ada masalah dengan Saitou. Memangnya, apa buktinya kalau aku juga ikut campur? Bukannya polisi tidak menemukan senjata apapun di TKP?” jelas Pak Satoshi membela dirinya.
“Bagaimana kau tahu kalau polisi tidak menemukan senjata apapun di TKP? Ah, ya. Tentu saja polisi tidak menemukan senjata apapun di sana karena kau menyembunyikannya di suatu tempat. Tak apa, tapi aku menemukan ini” Anak muda itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah plastik dengan benda yang tidak bisa terlihat oleh Kaoru karena terlalu kecil.
“Apa itu?”
“Apa kau tidak bisa melihatnya? Kau mau tahu? Ini adalah sesuatu yang dapat mengetahui DNA seseorang yang ada di sekolah ini. Oh, benda yang tidak bisa ditemukan polisi mungkin saat ini mereka sudah menemukannya. Ya, sebuah batu yang tidak terdapat darah tertempel karena sudah dihapus dengan air tapi mungkin polisi akan menemukan sebuah sarung tangan di dalam tanah, di bawah batu besar yang diletakkan diantara batu-batu yang ada di taman sekolah dengan sebuah watering can juga yang terkubur di bawahnya”
“Ah, jadi itu sebabnya Pak Satoshi keluar dari ruangan karyawan dengan tergesa-gesa sambil membawa watering can padahal seluruh tanaman sudah tersiram oleh air hujan?? Oh ya, Apa itu rambut?” tanya Kaoru menebak dengan disambung anggukan oleh pemuda itu.
“Ya, rambut yang tak sengaja tercabut ketika kalian berdua bertengkar dan sepertinya kau belum menghapus pesan yang kau kirimkan keadanya untuk mengikuti semua permainanmu pagi ini, Pak Satoshi!! 
Pak Satoshi yang sudah geregetan dengan pemuda itu, tanpa pikir panjang menarik Kaoru yang sudah berlari sebisanya agak jauh darinya lalu menangkapnya sambil mengeluarkan pisau yang ia ambil dari sakunya itu. Pisau yang ia gunakan untuk menusuk satpam itu.
“Jangan bergerak atau lehernya akan kutebas dengan pisau. Hahaha,, kau benar sekali anak muda. Ya, semua ini gara-gara Satou licik itu. Ia seharusnya sudah dipecat sejak 1 minggu yang lalu, tapi ia selalu beralasan bahwa ia tidak akan meloloskan siswa lagi. Malah, hidupnya semakin makmur sedangkan kami,,?? tukang kebun yang setiap hari menyiram bunga dan membuat bunga bermekaran setiap hari, tak pernah sekalipun lebih sejahtera dibandingkan pemalas itu. Apalagi dia belum pernah membayar hutangnya sejak 1 tahun yang lalu kepada kami padahal kami juga sangat membutuhkan uang itu,,” ujar Pak Satoshi sambil menyandera Kaoru.
Kaoru yang tidak bisa bergerak karena pisau yang sangat dekat dengan lehernya mencari akal untuk melepaskan diri. Kaoru kemudian teringat dengan salah satu adegan film action yang ia lihat di tv. Tanpa pikir panjang, ia langsung memegang tangan Pak Satoshi kuat dan menjegal kakinya sehingga Pak Satoshi kehilangan keseimbangan lalu jatuh. Pada saat itulah Kaoru gunakan untuk berlari sebisanya. Tak lama polisi pun muncul dan menangkap Pak Satoshi yang berusaha melarikan diri lewat sisi pintu belakang UKS yang lain. Naasnya, polisi sudah menantinya di sana. Akhirnya mau tidak mau ia harus menyerah kepada polisi.
Kaoru dengan dibantu siswa itu pergi menuju ke kantor Kepala Sekolah yang langsung dikawal oleh polisi tersisa lainnya.
“Kenapa kakimu seperti itu? Kurasa saat kita bertemu di waktu istirahat, kakimu tidak bermasalah. Apa kakimu terkena sesuatu?” siswa laki-laki itu menanyainya tanpa henti membuat Kaoru sedikit kesal.
“Makanya sewaktu aku bilang lari, kamu harus lari. Apa kau tidak percaya padaku?” lanjut laki-laki itu.
“Kamu itu siapa sih? Lagian aku tidak kenal kamu, lalu untuk apa aku percaya? Pakai acara sok kenal segala, memintaku melakukan ini-itu,,” jawab Kaoru dengan kesal. Anak muda itu lalu tertawa membuat Kaoru merasa heran dan aneh.
Huh, sebenarnya ini semua gara-gara kamu !! Jika saja kamu tidak ada di sekolah ini, aku mungkin tidak akan seperti ini,,” batin Kaoru dan menghembuskan napas.
“Jadi kau belum tahu namaku? Padahal siswi di sini sudah banyak yang kenal aku meskipun aku baru 5 hari lho di sini. Baiklah kalau begitu, kenalkan aku Himura, Seijiro Himura. Kamu Kaoru, kan? Sorry, kalau mungkin menurutmu aku terlalu cerewet,,hahaha,,”
“Ya, baiklah, kita 2 sama lagi,,,” Lanjut Kaoru membuat Himura sedikit kebingungan. Sesampainya di kantor Kepala Sekolah. Kaoru membuka pintu dan langsung disambut pelukan oleh Sakura secara tiba-tiba. Kaoru terkejut sekaligus terharu dengan Sakura yang sudah stand by di sana menunggunya.
“Kamu tidak apa-apa, Kaoru? Kakimu sudah baik, kan? Maaf aku meninggalkanmu dan tidak sempat memberimu kabar karena semua orang di sini mencarimu,,” Sakura langsung memeluk dan mengusap air matanya terharu.
“Wah, aku membuatmu menangis, Sakura. Maaf ya, oh apa kau bilang tadi aku yang membunuh Pak Saitou? Hanya karena aku datang terlambat dan menjadi orang terakhir yang menemui Pak Saitou, begitu? Ah, orang ini juga sama-sama terlambat bersamaku pagi ini. Tapi, aku tidak mengira kalau itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan beliau. Aku bahkan belum sempat akur dengan Pak Saitou, Sakura. Bagaimana ini?” Kaoru menjelaskan panjang lebar.
“Kita bisa mendoakannya, Kaoru. Semua orang tentu tidak menyangka bahwa ini akan terjadi di sekolah kita, termasuk Pak Saitou, ya kan? Jadi sudahlah, jangan terlalu menyesali keadaan. Kita hadapi yang ada sekarang, Ok?” Sakura selalu bisa bersikap bijak dalam keadaan apapun membuat  Kaoru dapat tersenyum kembali.
“Oh ya, bagaimana bisa kau ada di kantor Kepala Sekolah? Apa kau membuat kesalahan lagi, Sakura?”
“Kali ini aku melakukan hal yang benar, Kaoru. Jadi jangan khawatir padaku saat ini dan tentu saja aku menunggumu di sini. Aku kan selalu tahu kau berada di mana, hahaha” ucap Sakura lalu tertawa terbahak-bahak.
Ya, aku rasa aku melakukan hal yang benar kali ini, Kaoru. Mungkin di saat dunia tidak berpihak padamu, aku akan menjadi satu-satunya orang yang selalu berada di pihakmu baik aku nanti akan terluka atau tidak. Kau pun mungkin akan begitu juga, ya kan?, my bestfriend.” Batin Sakura.
“Oh ya, mana temanmu tadi?” Lanjut Sakura membuatku menoleh ke belakang.
“Lho, tadi ada di sini. Ke mana perginya? Cepet banget. Ya udah Kaoru, ayo kita pergi ke kelas! ” ucap  Kaoru dan mengajak Sakura pergi ke kelas.
“Tapi sepertinya sekolah kita diliburkan untuk hari ini deh, Kaoru,,”
“Jadi kita pulang cepat? Hanya gara-gara peristiwa ini?” t
“Kau benar sekali, Kaoru. Peristiwa ini cukup membuat para siswa ketakutan. Dan bapak tidak akan membiarkan peristiwa ini terjadi untuk yang kedua kalinya. Ini membuat Bapak menjadi lebih sadar dan berpikir lebih bijak. Tapi yang paling penting kamu baik-baik saja, ya kan?. Tampaknya kau harus berterima kasih pada siswa itu. Karena dialah yang banyak membantu untuk memecahkan peristiwa hari ini dan memberitahukan kami tentang keadaanmu, Kaoru,,” Jelas Pak Kepala Sekolah yang tiba-tiba muncul dan mengagetkan 2 siswi yang berada di depannya sekarang. Tampaknya siswi bernama Kaoru berusaha keras mencerna setiap kata Pak Kepala Sekolah dengan otaknya yang belum bekerja sepenuhnya.
“Ya, tahu tidak. Banyak orang menganggapmu sebagai pelaku semua ini, Kaoru. Tapi aku tidak percaya dan membelamu. Lalu muncullah siswa laki-laki itu dan membantuku untuk menjelaskan pada mereka semua,,” sahut Sakura tiba-tiba menyambung penjelasan Pak Kepala Sekolah. Kaoru pun sadar dan manggut-manggut mengerti.
“Tampaknya ini bukan hanya 2 sama, tapi 3-2. Aishh,, pada akhirnya akulah yang harus berterima kasih padanya,,” gumam Kaoru frustasi dan mengacak-acak rambutnya.
“Kau tidak apa-apa kan, Kaoru?” Tanya sakura khawatir melihat sikap Kaoru.
“Ah, tidak,, tidak apa-apa. By the way, ayo kita makan dulu sebelum pulang. Aku benar-benar lapar sekali, Sakura,,” ucap Kaoru dan langsung menarik tangan Sakura menuju kantin setelah pamit pada Kepala Sekolah.
Setelah makan, mereka berpisah karena nampaknya Sakura punya acara dengan seseorang yang telah membuatnya tidak fokus untuk makan selama di kantin tadi. Ya, Jam masih menunjukkan angka 11 siang. Terpaksa Kaoru harus menunggu sekitar 2 jam lagi untuk menjemput Yahiko yang tidak berada pada sekolah yang sama dengannya. Karena tidak ada tujuan untuknya pergi ke suatu tempat, Kaoru memutuskan untuk menghabiskan waktunya di sekolah. Ia berjalan-jalan di area sekolah seolah-olah ia adalah siswa baru di sana. Ketika melewati taman sekolah, dari jauh garis kuning polisi sudah terlihat mengelilingi ruangan karyawan dan area sekitar. Kaoru berhenti sejenak dan berpikir. Tak lama kemudian ia menyadari sesuatu.
“Ah,, iya. Berarti, aku itu bisa jadi saksi untuk peristiwa ini,,?? Tapi, kasusnya kan sudah usai. Jadi aku tidak perlu pergi menemui kepala polisi kan??,,” gumam Kaoru sambil melihat ke sekeliling area itu. 
“Aku tidak menemukan Himura di sana, ke mana perginya ya anak aneh itu. Awas, kalau sampai ketemu ya, kali ini aku pasti akan menghabisinya. Habis, gara-gara anak itu, kakiku??. Bagaimana aku bisa menjemput Yahiko nanti? Huh,,” lanjut Kaoru frustasi dan tak sengaja menendang sebuah batu kecil di depannya. Lalu muncullah sosok anak muda itu dengan tas yang ia panggul di pundaknya, tiba-tiba melintas dan batu kecil itu tepat mengenai kepalanya. Anak muda itu pun menoleh ke arah sumber batu itu. Kaoru yang terkejut melihat batu itu mengenai Himura langsung berbalik arah dan lari.  Himura hanya tersenyum melihatnya dari kejauhan dengan masih membawa batu kecil di tangannya.






















Comments