Kau Bertanya Padaku


            Ketika kau bertanya padaku tentang negeriku, ku tak segan-segan bercerita padamu. Karena aku sangat bersemangat ketika ada orang lain menanyakan hal itu. Mendengar kata itu saja, sudah ada banyak hal yang terlintas dalam otakku. Rasanya ingin kutumpahkan semuanya padamu. Tapi waktu 24 jam itu tak menjamin ceritaku akan segera berakhir. Di sisi lain, kulihat dirimu masih setia mendengar segala ocehanku. Aku pun terhanyut ke dalam kenangan-kenangan itu. Jiwa kepahlawanan para pejuang yang membela ibu pertiwi sungguh membuatku semakin terpacu untuk membeberkan kejadian-kejadian hebat pada masa itu. Ketika seorang pahlawan gugur, muncullah seribu pahlawan baru menggantikan posisinya. Itu adalah ungkapan yang paling kusuka. Aku bangga menjadi saksi sejarah masa lalu bangsaku ini dan bahagia melihat bibit-bibit baru unggul mau mengenal bangsanya. Aku dapat melihat semangat empat-lima itu kembali di hadapanku sekarang. Hingga tak terasa waktu terus bergulir dan aku pun menghentikan ceritaku untuk memberikanmu istirahat sejenak.
            Setelah istirahat, ku lanjutkan ceritaku tentang perilaku penduduk pada masa itu yang sangat
peduli dengan orang lain dan lingkungannya. Nilai tata krama sangat dijunjung tinggi. Meskipun kutahu pendidikan mereka tidak setinggi para penduduk zaman sekarang, tapi istilah “Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo” masih dapat diwujudkan. Tanpa rasa bosan, kau terus bertanya dan aku menjawabmu dengan semua ceritaku. Hingga tak terasa sudah saatnya waktuku untuk berpisah denganmu. Meskipun begitu, kau tetap memberikan senyuman untukku sebelum kepergianmu. Sebuah senyuman yang mampu membuatku merindukanmu untuk datang lagi di kemudian hari.
            Pagi itu awan sedang tak bersahabat dengan Sang Surya, kicauan burung pun tak dapat kudengar lagi. Aku benar-benar merindukan candaan para burung itu di depan rumahku seperti beberapa tahun yang lalu. Tiba-tiba rasa kekecewaanku segera pudar melihat kedatanganmu lagi di tempat reyotku. Kau memang tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus bertanya padaku. Sudah bertahun-tahun lamanya kau melakukan ini terus-menerus tanpa melupakan semua pekerjaan yang sedang kau jalani. Meskipun sebenarnya aku tidak keberatan, tetapi rasanya aku mengetahui maksud kedatanganmu kali ini.
            Setelah kau duduk di tempat biasanya, kau pun bertanya lagi padaku. Dan seperti yang kuduga kau menanyakan hal itu. Kali ini aku dapat melihat raut kejenuhan terpapar jelas di wajah yang terbungkus senyummu. Aku sendiri merasakan hal yang sama. Negeri yang dulu kubanggakan kini tak seperti yang kubayangkan. Harapan-harapanku dulu kepada banyak bibit unggul sepertimu sudah pupus seketika. Lidahku terasa sulit untuk menceritakan semuanya padamu.
Rasa sedih, prihatin dan malu pun bercampur menjadi satu hingga tak kuasa tuk kuceritakan semuanya padamu. Sedih, karena rasa nasionalis demi membangun bangsa kini dibungkus dengan harga. Prihatin, karena nilai-nilai tata krama yang dulu dijunjung tinggi sudah luntur. Dan malu, karena tak mampu melahirkan bibit-bibit unggul yang kini sudah menghilang entah kemana. Dengan segala keterbatasan yang kumiliki, aku memang hanya bisa membantu perjuangan dengan perkataanku. Karena dulu aku yakin dengan perkataan hebat bangsaku bisa merdeka dan bangkit.  Tapi kini aku tahu, dengan perkataan-perkataan hebat juga bangsaku bisa hancur. Aku memang bukanlah cermin ajaib yang dapat menceritakan apa saja padamu, tapi aku masih berharap ungkapan favoritku benar-benar dapat terwujud kembali di bumi pertiwi ini.

“Sebuah perubahan besar terasa mustahil jika dilakukan oleh satu orang saja, akan tetapi sebuah perubahan besar dapat terwujud jika dilakukan bersama-sama dan serentak”.






Comments